Sabtu, 01 Juni 2013

STUDI KASUS MANAJEMEN - MANAJERIAL IMPLICATORS
 
WHAT A STAR – WHAT A JERK   
 
   Setelah tugas yang panjang dalam bagian konsultasi, Jane Epstein akhirnya menjadi seorang manajer di techniCo. Dia sedang mencoba memahami tentang kepribadian dan tugas-tugas teman kerjanya yang baru,  dan kemungkinan besar, dia akan mendapatkan tim yang cukup bagus.  Beberapa orang memiliki modal sosial yang bagus; lainnya terlihat mencoba untuk menjadi Sales Person yang alami. Beberapa hal tentang Andy Zimmerman,  bagaimanapun, membuatnya khawatir.
   Saat pertama kali, dia tidak bisa mengacungkan jempol padanya – mungkin dia sedikit terlalu agresif. Tapi seiring berjalannya waktu, dia melihat Andy terus menerus mencoba menunjukkan kelebihan dirinya lagi dan lagi. Dia bahkan mencibir asisten administrasi untuk sebuah kesalahan kecil,  dia meremehkan teman-temannya dan membuat mereka merasa kecil dan bodoh. Tapi Andy memiliki sisi lain: Dia selalu benar, dan sangat baik dalam pekerjaannya. Manajer lain berkata pada Jane, “orang itu takkan pernah memenangkan kontes kepribadian, tapi kau akan menyukai angka-angkanya.” Faktanya, dalam hal kinerja, dia adalah yang terbaik yang Jane pernah dapatkan. Dia gila jika tidak menginginkannya dalam kelompoknya.
   Dan sebelumnya, dia tidak dapat menyangkal bahwa perilaku Andy telah melemahkan moral dan menyakiti kinerja tim keuangan. Sekarang Jane merasa frustasi. Saat dia meninggalkan pekerjaan konsultasinya untuk pekerjaan ini, dia berharap untuk fokus pada angka-angka, produk-produk dan pelanggan-pelanggan.  Justru, dia malah menemukan bahwa isu orang-orang mengenai hal itu telah mengambil banyak waktunya.
   Studi kasus fiksi ini menjelaskan suatu dinamika yang terjadi, dimana seorang pemain bintang memiliki kepribadian yang tidak baik.
 
QUESTION:
    
   Bagaimana Jane bisa memperbaiki perilaku buruk Andy tanpa melukai tim-tim bawah?
 
ANSWER:
    
   Orang perfeksionis memang memiliki banyak kelebihan, mereka sangat detail, pekerja keras, mengejar kesempurnaan, disiplin, rapi, ulet, terecana dan sebagainya. Jika dipikir-pikir, mereka bisa menjadi teman kerja yang baik, tapi juga bisa sebaliknya. Orang perfeksionis tak menerima kesalahan, tukang kritik, sehingga mereka cenderung tidak bisa bekerjasama, menyebalkan dan tidak dewasa, seperti Andy Zimmerman. Semakin mengenal seorang perfeksionis, kekurangannya akan semakin tampak. Standar mereka sangat tinggi, hingga mereka tidak bisa memenuhinya sendiri, mereka memiliki pola pikir yang jauh kedepan melampaui manusia dengan pola pikir standar hingga tak ada yang nyambung dengannya, mereka ingin mengkritik tapi tidak ingin dikritik, dan yang paling penting terkadang mereka suka mengurusi hal-hal yang tidak penting sehingga melupakan urusan yang lebih penting. Di dalam perusahaan, tidak peduli apakah mereka dominan atau resesif, yang paling penting adalah mereka bisa bekerjasama dengan baik, menghargai pendapat orang lain, tidak ingin menang sendiri, serta kalau perlu jangan dominan. Intinya, orang perfeksionis sebenarnya sulit tumbuh dewasa, sehingga karakternya tidak bertumbuh. Sebagai manajer, untuk menghadapi orang-orang seperti ini adalah dengan memberikannya nasehat atau pendekatan personal kepadanya agar dia mau mengubah sikapnya, jika tidak berhasil maka sebaiknya dia direkomendasikan untuk di coaching, dan jika itupun gagal, maka jalan terakhir adalah dengan pemberian sanksi betahap sampai pemecatan. Hal ini tidak lepas dari hakikat perusahaan yang tidak membutuhkan tenaga individu melainkan kelompok, agar koordinasi dalam perusahaan tetap berlangsung baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar